Menjaga Pesona Desa Kwatulistiwa : Ketika Laut, Pasir Putih, dan Semangat Warga Bertemu

Liputan : Sukamri-Parigi Moutong

ANGIN laut berhembus lembut dari arah timur, menyapu hamparan pasir putih yang berkilau diterpa cahaya matahari. Ombak kecil berlari ke tepian, meninggalkan buih yang pecah perlahan di antara pijakan kaki warga yang sibuk membersihkan pantai. Di kejauhan, garis cakrawala seakan menegaskan bahwa laut di Desa Kwatulistiwa tak hanya sekadar bentangan air asin, melainkan sebuah janji keindahan yang tak boleh mati.

Desa Kwatulistiwa, di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, memang bukan nama baru dalam peta wisata. Namun, pesonanya sempat meredup ketika objek wisata pantai ini terbengkalai. Gasebo yang dulu menjadi tempat beristirahat wisatawan, satu per satu lapuk dimakan waktu. Fasilitas tak terawat, pengunjung pun menjauh. Hingga akhirnya, seorang perempuan bernama Mirawati, S.Pd., datang membawa semangat baru.

Sejak memimpin Desa Kwatulistiwa, Mirawati tahu ia tak boleh membiarkan ikon kebanggaan warganya mati. Sebelumnya, pengelolaan pantai ini berada di tangan pemerintah kecamatan. Namun, setelah serangkaian negosiasi, pengelolaan resmi diserahkan kepada pemerintah desa. “Kalau kita tidak bergerak, siapa lagi?” ucap Mirawati dalam sebuah kesempatan.

Langkah nyata pun diwujudkan pada 29 Agustus 2025. Hari itu, desa ini menjadi panggung gotong royong massal. Tak hanya kaum lelaki yang turun tangan, para perempuan pun hadir, ikut memungut sampah, menanam pohon, dan merapikan jalur akses. Semua bergerak bersama, membangkitkan kembali kehidupan di sudut pantai yang memamerkan biru laut dan garis pasir putih yang bersih.

Warga yang kami temui mengaku lega. “Dulu pantai ini jadi kebanggaan kami. Tapi lama terbengkalai, orang jarang datang. Sekarang ibu kades ajak kami bangkit lagi. Kami mau jaga ini, supaya tidak hilang,” kata seorang bapak paruh baya sambil menata batu di bibir pantai.

Desa Kwatulistiwa tak hanya menawarkan panorama laut. Di sini, berdiri kokoh Tugu Khatulistiwa—simbol yang mengingatkan bahwa desa ini berada di garis tengah dunia. Tugu itu kini dikelilingi pepohonan yang rimbun, seakan menjadi saksi bahwa semangat menjaga keindahan alam tak pernah benar-benar mati, hanya menunggu untuk dibangunkan kembali.

Kini, Desa Kwatulistiwa bersiap menyambut wisatawan. Dengan fasilitas yang diperbaiki dan masyarakat yang kembali peduli, pantai ini bukan hanya sekadar tempat berlibur. Ia adalah bukti bahwa ketika laut, pasir putih, dan semangat warga berpadu, sebuah surga kecil bisa lahir kembali di bumi Khatulistiwa. (red)