Semarak Gebogan di Wantilan Pura Agung Bhuana Sari : Ketika Ibu-Ibu TK Merangkai Persembahan Penuh Cinta

Pagi itu, Wantilan Pura Agung Bhuana Sari Desa Cendana Hitam di Tomoni Timur bermandikan cahaya. Udara masih lembut menyapa, tapi di tengah lantai berubin dan aroma dupa yang samar, tujuh kelompok ibu-ibu sudah berjibaku dengan buah, janur, bunga, dan harapan. Hari itu, Selasa, 17 Juni 2025, mereka tak sekadar datang sebagai orang tua murid TK Pembina Tomoni Timur. Mereka hadir sebagai seniman. Sebagai pemuja tradisi. Dan sebagai pesaing yang penuh semangat dalam Lomba Gebogan.

Lomba yang menjadi puncak kegiatan akhir tahun TK Pembina ini bukan sembarang lomba. Di balik tumpukan buah yang ditata menjulang, ada kepekaan estetik, kecermatan memilih bahan, dan ketelitian menjaga kebersihan. Tiga unsur itulah—keindahan, keanekaragaman bahan, dan kebersihan yang menjadi penilaian utama dari tiga juri kehormatan, TP PKK Desa, Camat Tomoni Timur dan Kapolsek Tomoni Timur.

“Yang dinilai bukan cuma siapa yang paling tinggi atau paling banyak buahnya. Tapi juga keserasian bentuk, kreativitas memilih bahan, dan tentu saja kebersihan,” ujar Camat Tomoni Timur sambil sesekali mencatat nilai di lembar penilaian yang mulai penuh coretan angka.

Ketujuh kelompok tampil dengan gayanya masing-masing. Ada yang memadukan buah lokal dan bunga segar. Ada pula yang memasukkan unsur modern, seperti kemasan makanan ringan yang disusun rapi namun tetap estetis. Semuanya disatukan dalam satu semangat yang sama: merawat tradisi sekaligus mempererat ikatan antarsesama orang tua.

Satu per satu kelompok dinilai. Suasana tetap riuh oleh sorakan dukungan, namun tetap khidmat ketika tim penilai mengelilingi setiap gebogan, memperhatikan dari berbagai sisi, sesekali bertanya.

“Yang paling penting adalah kekompakan dan semangatnya,Karena dari sini kita bisa lihat bahwa pendidikan anak tidak hanya di sekolah, tapi juga dimulai dari keluarga dan komunitasnya.” kata Kapolsek Tomoni Timur Ipda Jefir Alang Ramba

Setelah penilaian rampung, catatan akhir menunjukkan hasil menarik. Kelompok nomor urut satu mencuri perhatian dengan nilai tertinggi. Namun dalam atmosfer kebersamaan hari itu, tidak ada yang benar-benar kalah. Intinya semua dapat hadiah meskipun nilainya tidak seberapa.

Lomba Gebogan ini bukan hanya soal siapa yang menang. Ia adalah panggung kecil tempat tradisi, cinta ibu, dan semangat gotong royong ditampilkan dalam wujud paling indah : persembahan dari hati, untuk komunitas. (Red)